Mengendali Marah
Marah termasuk sifat yang tercela. Siapa yang suka marah ia terjangkit sifat tercela. Marah sebahagian dari fitrah manusia. Marah di sebabkan karena keinginannya yang di halang-halangi atau keinginannya tertambat. Marah juga muncul jika harga dirinya di hina. Demikian juga, marah juga datang di sebabkan pendapatnya atau nasihatnya tidak di dengar dan di perhatikan. Marah boleh, tetapi tercela jika marah itu melampaui batas. Marah yang berlebih-lebihan mendorong orang untuk berbuat derhaka. Allah tidak suka pada pemarah. Sering marah banyak menimbulkan kekecewaan. Marah adalah sifat dan perbuatan syaitan. Karena itu, dalam salah satu hadits Rasululah pernah di tanya: “Ya Rasulullah saw, amal apa yang paling utama?” Maka beliau menjawab: “Jangan marah!” Jawapan itu di ulang sampai 3X.
Di antara ciri orang yang mulia dan keperibadian yang luhur adalah tidak mudah marah. Jika keinginannya tidak dipenuhi ia tidak marah dan berserah kepada Allah dengan husnudzan kepada-Nya. Saat di fitnah atau dibicarakan kekurangannya ia tidak marah, karena ia menyedari bahwa dirinya memang penuh kekurangan dan memerlukan nasihat orang untuk pembaikan diri. Bersifat keterbukaan terhadap nasihat orang, dapat menghindarkan diri dari sifat pemarah. Pemarah akan di salut oleh sifat angkuh dan takabur. Rasulullah saw telah memberi teladan kepada kita agar tidak mudah marah. Beliau begitu lemah lembut terhadap siapa pun, baik sahabat atau keluarganya. Rasulullah bukan seorang pemarah, karena itu beliau di cintai oleh para sahabat, keluarga, dan seluruh umat. Keluhuran dan kehalusan budi Rasulullah menunjukkan betapa mulianya akhlak beliau. Beliau adalah orang lemah lembut, berkasih sayang, tawadhu’ dan menghargai siapa pun yang ada di hadapan beliau. Hubungan beliau dengan sahabat dan keluarganya terjalin atas dasar keimanan dan kasih sayang. Beliau selalu menyelesaikan masalah dengan cara yang baik. Kemashlahatan menjadi tujuan beliau dalam menyelesaikan masalah. Beliau mendahulukan kearifan dari kemarahan dan emosi.
Orang yang sedang marah, sesungguhnya ia bukan dirinya yang sebenarnya, tetapi ia telah menjadi orang lain yang telah dipengaruhi syaitan. Kebanyakan orang yang marah melempiaskan kemarahannya dengan perbuatan tidak elok. Pemarah tidak akan disukai ramai orang. Orang akan menjauhi sesiapa yang suka marah. Setiap orang yang ada dekatnya akan tersakiti, hatinya kecewa kerana terluka, tertekan, tidak tenteram di sisinya dan saat bersembang-sembang dengannya. Orang yang suka marah sering tidak terkendali. Ia sering berbuat zalim dan aniaya. Pemarah akan selalu merasakan penyesalan hidup. Perbuatannya akan berbekas di dalam hati nuraninya. Ia akan malu pada diri sendiri, pada orang lain, dan malu kepada Allah.
Seorang pemimpin yang suka marah-marah, tidak akan di sukai bawahannya. Mereka akan menjauhinya, sebab tiap kali berada di dekatnya merasa tertekan dan tidak tenteram, karena itu perintah-perintahnya tidak dihormati dan jika dilaksanakan itu pun dalam keadaan terpaksa. Ia tidak akan mendapat banyak sokongan dari orang bawahannya. Bahkan, mereka ingin agar ia segera diganti oleh pemimpin yang arif bijaksana dan tidak akan berjaya mengendalikan roda kepemimpinan.
Pemimpin yang pemarah, jika melakukan kesalahan ia akan mencari seseorang yang dapat di jadikan sebagai kambing hitam. Ia tidak mau mengakui kesalahan diri. Ia tidak mau mengakui kekurangan diri. Ia tidak malu-malu, melemparkan kesalahan dirinya pada orang lain, bahkan di khalayak umum. Sungguh ego dan angkuh pemimpin yang pemarah. Allah benci kepada pemimpin yang suka melukai hati bawahannya. Allah tidak suka pemimpin yang merampas kemerdekaan dan ketentraman bawahannya. Banyak akibat buruk yang akan menimpa pemimpin yang pemarah di dunia dan lebih-lebih di akhirat kelak. Seorang pemimpin yang ingin disegani, di hormati, dan semua programnya mendapat sokongan penuh dari bawahannya hendaknya menjauhi sifat pemarah.
Suami yang pemarah akan mengacaukan keharmonian rumah tangganya. Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung dan berteduh, berubah menjadi tempat yang menyeramkan penghuninya.Isteri menjadi tertekan, anak-anaknya takut dan stress dengan sikap pemarah sang ayah. Anak dan istri teraniaya jiwanya akibat suami yang pemarah. Keluarga yang di pimpin oleh suami yang pemarah sukar menjadi keluarga yang berjaya. Anak-anaknya sukar menjadi orang yang sukses belajar, jika selalu mendengar pertengkaran dan marah orang tuanya. Suami yang ingin membangun keluarga mawadah warahmah, harmoni, sukses, maka hendaknya meninggalkan sifat suka marah-marah kepada keluarganya.
Seorang pedagang yang pemarah akan di jauhi pelanggannya dan akan banyak mengalami kerugian, sebab transaksi jual beli di akhirikan dengan marah-marah. Pembeli akan mencari penjual yang santun dan lemah lembut layanannya. Pembeli berfikir bahwa penjual itu bukan hanya satu, namun, banyak bertaburan di mana-mana. Maka mereka akan mencari pedagang yang dapat menenteramkan hati mereka. Harga bukan masalah, tetapi hati yang tenteram adala keutamaan. Pedagang yang ingin disukai oleh pelanggan dan keuntungan berlimpah, maka hendaknya ia jauhi sifat dan sikap pemarah.
Seorang guru yang pemarah tidak di sukai oleh murid-muridnya. Mereka belajar dengan hati yang tertekan. Mereka mengerjakan tugas dengan hati yang takut, maka hasilnya pun tidak maksima.Yang paling parah lagi, kemarahan guru itu membekas hingga mereka dewasa. Seorang guru yang ingin membentuk generasi yang berilmu, maka hendaknya ia jauhi sifat marah terhadap murid-muridnya.
Orang yang pemarah tidak di sukai jirannya. Pendapat tidak di endahkan. Kehadirannya meresah ramai orang. Jiran tidak merasa nyaman hidup berdampingan dengan seorang yang pemarah. Sehingga kewujudannya diangagap seperti tidak ada. Ia akan dipencilkan oleh jirannya. Isterinya malu berkumpul dengan kaum ibu yang lain, akibat suami pemarah. Orang yang ingin hidup tenang dan damai saat berdampingan dengan masyaraka, maka hendaknya jauhi sifat suka marah. Mengendalikan marah sangat penting bagi meneruskan kehidupan bermasyarakat.
Sungguh besar impak negatif dari sikap suka marah-marah. Marah seperti api yang menyala mudah membakar apa pun yang berada di dekatnya. Orang yang sedang marah, hatinya berkobar menyala-nyala karena syaian telah menguasai dirinya. Memang syaitan di ciptakan dari api dan manusia dari tanah. Firman Allah SWT bahwa syaitan pernah berkata, “Engkau ciptakan aku dari api sedang Engkau ciptakan dia dari tanah.” (Al-A’raf: 12). Sifat tanah adalah diam dan tenang, sedangkan sifat api membara, menyala, bergerak-gerak, dan meliuk-liuk.
Selagi api marah semakin kuat dan berkobar, maka ia akan membuat seseorang menjadi buta dan tuli untuk mendengarkan nasihat. Sebab, marahnya itu sudah naik ke otak dan menutupi fikiran dan hatinya. Marah adalah musuh akal. Sebab marah orang tidak bisa berfikir tenang. Karena marah ia tidak merasa penderitaan orang lain. Marah boleh merosak iman sebagaimana racun merosak madu. Mengapa? Karena sebab marah syaitan dengan mudah menguasai dan mengendalikan manusia untuk berbuat derhaka kepada Allah. Orang yang terbawa emosi sebenarnya ia telah dipermainkan syaitan seperti kanak-kanak bermain bola. Ditendang ke sana ke mari sesuka hati. Kerana itu, Rasulullah saw bersabda dalam hadith riwayat Umar bin Al-Khathab r.a. berkata Rasulullah saw bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرْعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عَنْ الْغَضَبِ.
رواه أحمد و ابن حبان
“Orang yang kuat itu bukanlah karena bergelut, tetapi orang yang kuat itu ialah yang dapat menguasai diri saat marah.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Marah dapat menjauhkan seseorang dari Allah. Marah termasuk perbuatan syaitan. Allah tidak menyukai perbuatan syaitan. Yakinlah bahwa marah dapat merosak suasana ketenteraman hati. Seorang muslim tidak akan berhenti memperbaiki dan mengendalikan diri saat mara muncul. Kalau diri sudah terkendali marah, maka ia akan selamat dari perbuatan buruk. Diri yang terkendali petanda ia mendapat pertolongan Allah. Karena itu, ketika kita akan marah maka segeralah memohon perlindungan kepada Allah dan segera berwudhu. Marah itu seperti api yang berkobar. Marah berasal dari syatan. Sedangkan syaitan itu diciptakan dari api. Karena itu, untuk meredakan gejolak amarah yang sedang memuncak, hendaknya segera berwudhu’.
Sabda Rasulullah saw:
إِنَّ الْغَضَبَ مِنَ الشَّيْطَانِ، وَ إِنَّ الشَّيْطَانِ خُلِقَ مِنَ النَّارِ، وَ إِنَّمَا تُطْفِأُ النَّارُ بِالْمَاءِ، فَإِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَوَضَّأْ. رواه أبو داود.
“Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan itu diciptakan dari api, hanya dengan air api itu akan padam, karena itu, jika seseorang di antara kamu itu sedang marah, maka berwudhu’lah!” (HR. Abu Dawud)
Dengan mengendalikan marah, insyaAllah Allah akan bersamanya dengan memberi pertolongan kepadanya. Semoga kita di selamatkan dari bahaya marah dan dapat mengendalikannya ketika akan muncul.
wallahu a'alam
No comments:
Post a Comment